بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Ustadz Aswanto Muhammad Taqwi, Lc. M.A. membuka materinya dengan membacakan ayat Allah سبحانه وتعالى:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 55).
Kajian kita pada kesempatan ini berkaitan dengan tadabbur Surah Al-Kafirun:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Surat ini adalah surat yang menyatakan pembebasan diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan surat ini memerintahkan untuk membersihkan diri dengan sebersih-bersihnya dari segala bentuk kemusyrikan.
1. Tafsir Al-Kafirun: Pemutusan Hubungan dengan Kesyirikan
Maka firman Allah سبحانه وتعالى: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} “Katakanlah, Hai orang-orang kafir,” (Al-Kafirun: 1) mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi, tetapi lawan bicara dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy.
Menurut suatu pendapat, di antara kebodohan mereka ialah mereka pernah mengajak Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka pun akan menyembah sembahannya selama satu tahun. Maka Allah سبحانه وتعالى menurunkan surat ini dan memerintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat ini agar memutuskan hubungan dengan agama mereka secara keseluruhan.
Untuk itu Allah سبحانه وتعالى berfirman:
- {لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ} “Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah,” (Al-Kafirun: 2). Yakni berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan.
- {وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ} “Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,” (Al-Kafirun: 3). Yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: {وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ} “Dan aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.” (Al-Kafirun: 4-5).
Yakni aku tidak akan melakukan penyembahan seperti kalian. Dengan kata lain, aku tidak akan menempuh cara itu dan tidak pula mengikutinya. Sesungguhnya yang aku sembah hanyalah Allah sesuai dengan apa yang disukai dan diridai-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: {وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ} “dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah,” (Al-Kafirun: 5). Artinya, kalian tidak mau menuruti perintah-perintah Allah dan syariat-Nya dalam beribadah kepada-Nya.
Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم berlepas diri dari mereka dalam semua yang mereka kerjakan sebagaimana dalam ayat:
{لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ} “Untuk kalianlah agama kalian dan untukkulah agamaku.” (Al-Kafirun: 6).
Sehingga jelas dalam surah ini, orang kafir Quraisy ingin menerapkan konsep toleransi yang batil, maka Allah melarangnya dengan turunnya ayat tentang konsep toleransi yang benar.
2. Konsep Toleransi yang Hakiki dalam Islam
Beginilah Islam dalam menerapkan kaidah toleransi. Sebagai pendukung, kita lihat ayat yang lainnya. Di ayat yang lain Allah juga menegaskan:
وَاِنْ كَذَّبُوْكَ فَقُلْ لِّىْ عَمَلِىْ وَلَـكُمْ عَمَلُكُمْۚ اَنْـتُمْ بَرِيْٓــُٔوْنَ مِمَّاۤ اَعْمَلُ وَاَنَا بَرِىْٓءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: ‘Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan’.” (QS. Yunus: 41).
Di ayat yang lain Allah سبحانه وتعالى berfirman: “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256).
Dan penegasan terkuat Allah عز وجل berfirman: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agama-mu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maa’idah: 3).
Dan dipertegas oleh Allah عز وجل: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85).
Inilah beberapa ayat konsep yang mengikat tentang makna toleransi. Begitu indah konsep toleransi dalam Islam, yang bisa disimpulkan atau kaidah toleransi dalam Islam dituangkan dalam firman Allah عز وجل:
لَا يَنْهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْۤا اِلَيْهِمْؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Pada intinya Islam sangat mengajarkan namanya toleransi, tapi tidak pada masalah Aqidah.
3. Larangan Tasyabbuh dan Mengikuti Syiar Agama Lain
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut.” (HR. Abu Daud).
Sehingga dalam sebuah kisah yang diriwayatkan Anas رضي الله عنه berkata: “Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa Jahiliyah. Maka beliau berkata, ‘Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)’.” (HR. An Nasai no. 1556).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (sebagaimana ucapan selamat natal), hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan/ijma’ para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka, kemudian mengatakan, ‘Semoga hari raya ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.”
Alasan terkuat dibencinya mengucapkan selamat hari natal dan semisalnya karena Allah سبحانه وتعالى berfirman:
“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332).
Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat Nabi, dan para ulama menyaratkan bagi orang-orang Nasrani (non-Islam) untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah mereka.
Sampai-sampai Umar bin Khattab berkata; “Janganlah kalian mempelajari jargon-jargon orang ajam, dan janganlah kalian memasuki gereja-gereja orang musyrik pada hari raya mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah turun pada mereka.” Lantas bagaimana orang akan melakukan apa-apa yang dimurkai Allah, termasuk diantaranya adalah syiar-syiar agama mereka?
Telah berkata lebih dari satu ulama salaf tentang firman Allah {وَاَلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ} “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu” (QS Al-Furqan: 72), mereka berkata adalah hari raya orang-orang kafir. Apabila yang dimaksud memberi kesaksian adalah tanpa dilakukan dengan perbuatan, bagaimana dengan orang yang melakukannya itu dengan perbuatan yakni mengistimewakannya.
4. Menjawab Syubhat Ucapan Selamat Natal
Sebagian orang yang dengan hawa nafsunya berpendapat bahwa boleh mengucapkan selamat Natal, mereka beralasan dengan satu ayat dalam surat Maryam. Yaitu ayat: “Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33).
Sehingga mereka mengatakan boleh mengucapkan selamat Natal asalkan ucapan selamat tersebut diniatkan untuk Nabi Isa, atau ucapan semisal. Benarkah alasan ini?
As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mukjizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati” (Taisir Kariimirrahman, 1/492).
5. Meneladani Sikap Bara’ Nabi Ibrahim
Beginilah sikap seorang Muslim sejati sebagaimana kisah bara’ (berlepas diri) Nabi Ibrahim diceritakan di banyak tempat di dalam Al-Qur’an di antaranya di dalam firman berikut:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ…
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian serta telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja…’” (QS. Al-Mumtahanah 4-5).
Sampai-sampai salah satu doa yang diajarkan Nabi ketika ingin tidur adalah membaca Surah Al-Kafirun, sekaligus menjadi bara’ kita sebagai seorang muslim sejati.
Sekian, dan kami tutup ringkasan ini dengan doa:
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ , وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan (syirik) yang menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya; dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa-apa yang tidak aku ketahui.
Catatan Kaki & Informasi Kegiatan:
- Pemateri: Ustadz Aswanto Muhammad Taqwi, Lc. M.A.
- Tema: Bagimu Agamamu dan Untukkulah Agamaku (Ringkasan Tabligh Akbar Ahlusunnah)
- Waktu & Tempat: Sabtu, 28 Desember 2019 (Ba’da Ashar) di Masjid Al Ikhlas, Jln Seroja Pinrang
- Penulis Ringkasan: Akhukum Abu Uwais (Pinrang, 1 Jumadil Awal 1441 Hijriah)





Leave a Reply