Pinrang, Wahdah Pinrang – Indonesia kembali berduka. Dalam beberapa waktu terakhir, rentetan bencana alam silih berganti menyapa negeri ini, mulai dari gempa bumi, tanah longsor, hingga banjir bandang yang merendam berbagai daerah. Fenomena ini tidak hanya meninggalkan kerugian materi, tetapi juga luka mendalam bagi saudara-saudara kita yang terdampak.
Menanggapi kondisi memprihatinkan ini, Ustadz Sayyid Tashdyq, Lc., M.A., Anggota Komisi Fatwa MUI Pinrang sekaligus Dosen IAI STIBA Makassar, memberikan nasihat mendalam melalui SDM Studio (Studio Dakwah Milenial). Beliau mengajak umat Islam untuk merenung, melakukan muhasabah (introspeksi), dan meluruskan cara pandang terhadap musibah yang terjadi.
Musibah: Fenomena Alam atau Teguran Ilahi?
Dalam tausiyahnya, Pembina Pemuda Hijrah Pinrang ini menegaskan bahwa seorang mukmin tidak boleh memandang bencana sekadar sebagai gejala alam biasa. Di balik pergeseran lempeng bumi atau meluapnya air sungai, terdapat kehendak Allah ﷻ yang mengirimkan pesan kepada hamba-hamba-Nya.
“Beberapa hari ini kita telah merasakan atau menyaksikan musibah bencana yang Allah ﷻ kirimkan kepada kita sebagai hamba-Nya. Tentunya hal ini harus dijadikan sebagai pelajaran,” ujar Ustadz Sayyid.
Beliau menekankan bahwa sikap terbaik saat musibah datang adalah tadarru’, yaitu merendahkan hati, memohon ampun, dan kembali kepada Allah ﷻ. Namun, fenomena yang terjadi di masyarakat terkadang justru sebaliknya.
Bahaya Menjadikan Bencana Sebagai Candaan
Salah satu poin kritis yang disoroti oleh Ustadz Sayyid adalah fenomena di media sosial di mana sebagian orang menjadikan musibah—seperti banjir—sebagai bahan lelucon atau konten hiburan. Sikap ini, menurut beliau, adalah tanda bahaya bagi hati seorang manusia.
Beliau mengutip firman Allah ﷻ dalam QS. Al-An’am: 43-44:
“Tetapi mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan.”
“Jangan sampai kita termasuk di dalam ayat ini. Hati menjadi keras, dan setan menjadikan terasa indah apa yang mereka kerjakan, padahal itu adalah kelalaian,” tegas Ustadz Sayyid.
Ketika peringatan Allah diabaikan dan justru dijadikan bahan tertawaan, ancaman Istidraj (penangguhan azab untuk disiksa secara tiba-tiba) menjadi nyata. Allah ﷻ bisa saja membukakan pintu kesenangan duniawi seluas-luasnya, membuat manusia terlena, sebelum akhirnya azab datang secara tiba-tiba dalam keadaan mereka berputus asa.
Kerusakan di Muka Bumi Akibat Ulah Manusia
Mengaitkan dengan banjir besar dan bencana hidrometeorologi yang kerap terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, Ustadz Sayyid mengingatkan kita pada kisah Nabi Nuh عليه السلام. Allah ﷻ pernah membinasakan satu kaum yang membangkang dengan banjir yang sangat besar.
Bencana yang terjadi saat ini sejatinya adalah “cubitan” kasih sayang Allah agar manusia sadar. Beliau mengutip QS. Ar-Rum: 41:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
“Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian saja. Ini sebagai peringatan dan teguran agar kita mau kembali kepada Allah ﷻ,” jelas Ustadz alumnus Universitas Islam Madinah tersebut.
Tobat Nasional: Solusi Langit Menghadapi Bencana
Menutup tausiyahnya, Ustadz Sayyid Tashdyq mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya di Kabupaten Pinrang dan Indonesia pada umumnya, untuk bertaubat.
Beliau mengingatkan sebuah kaidah agung yang disampaikan oleh Sahabat Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه:
“Tidaklah musibah itu turun kecuali karena dosa, dan tidaklah musibah itu diangkat kecuali dengan tobat.”
Andai Allah ﷻ menghukum manusia setimpal dengan seluruh dosa yang diperbuat, niscaya tidak akan ada satu makhluk melata pun yang tersisa di muka bumi ini (merujuk pada QS. Fatir: 45). Namun, Allah ﷻ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dia hanya menimpakan sebagian kecil sebagai peringatan.
Oleh karena itu, di tengah situasi Indonesia yang sedang diuji, mari kita hentikan segala bentuk kemaksiatan, berhenti menjadikan musibah sebagai bahan candaan, dan bersimpuh memohon ampunan-Nya. Semoga Allah ﷻ mengangkat segala bencana dari negeri kita dan menjadikan kita hamba yang pandai mengambil hikmah.






Leave a Reply